Selasa, 16 Maret 2021

Hari Ketiga Puluh Enam "Titik Terang"


 Oleh: Iqbal Maulana

Seolah-olah alam memberikan tanda akan kebahagiaan. Menebar arti kesabaran. Memaknai kebermanfaatan. Mengilhami kebenaran. Cinta Ilahi penuh kesucian.

Senarai awan putih bergandengan penuh keceriaan. Memuji akan kebesaran-Nya nan mulia. Seolah ia ingin bercerita bahwa dunia ini penuh dengan kebahagiaan nan hakiki, kekayaan penuh ambisi, kejayaan nan ilusi, dan keabadian nan sejati.

Langit biru membentang luas bak samudra Hindia. Membelah katulistiwa, menghubungkan sejuta kisah. Iya, itulah kisah cinta Sang Pencipta. Cinta Ilahi bagi seluruh insan di dunia.

Hari ini adalah hari ketiga puluh enam. Hari di mana Reza menemukan titik terang akan suatu problemnya. Masalah yang membuatnya berjalan tanpa arah, hampir berputus asa,  mengalah tanpa pengorbanan.

"Reza, kamu mau ke mana, nak?" tanya ibu kepada Reza yang tengah bersiap-siap mengeluarkan kuda besi dan menghidupkan mesinnya.

"Reza ingin ke rumah pak Kiyai Rafi, bu. Reza ingin meminta petuah beliau tentang mimpi yang kemarin malam Reza ceritakan kepada ibu". Ujar Reza sambil memakai sepatu dan jaketnya.

"Yasudah kalau begitu, ibu titip salam untuk pak Kiyai iya, Nak"

"Baik ibu, nanti Reza sampaikan salam ibu kepada pak Kiyai" jawab Reza sambil mencium tangan ibunda

"Reza pamit iya ibu, Assalamualaikum" lanjut ucap Reza berpamitan dan mengenakan helm.

"Wa'alaikumussalam Warahmatullah, hati-hati di jalan, Nak. Jangan kebut-kebutan naik motornya" tutur ibu memberi petuah

"Siap Komandan..." Ucap Reza sambil mengangkat tangan ke pelipis mata simbol hormat.

Udara yang sejuk mengawal perjalanan Reza menuju pondok. Hamparan sawah nan hijau dan lantunan selawat yang dikumandangkan Reza membuat perjalanan asyik tanpa beban derita. pohon pinggir jalan melambai-lambai seolah memberi salam kepada Reza yang sedang mengendarai kuda besinya.

Setelah menempuh perjalanan satu jam, akhirnya Reza sampai di pondok. Kemudian Reza memarkirkan kuda besinya dan bertemu dengan penjaga pondok.

"Assalamualaikum, afwan Ust. apakah ada pak Kiyai?" Ucap Reza

"Wa'alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh. Ada, tapi sedang menerima tamu, antum siapa dan dari mana?" tanya penjaga pondok

"Saya Reza, dari Desa sebelah, ust. Saya mau ketemu sama pak Kiyai sudah janji sama beliau semalam" Tutur Reza

"Silahkan antum tunggu di ruang depan majelis, nanti kalo tamunya sudah pulang akan ana panggil antum" Jawab penjaga pondok.

"Baik, ust. Syukron katsiron" Reza menuju kursi depan majelis. Selama menunggu dipanggil, Reza tak henti-henti berzikir menyebut asma-Nya, dengan membaca tasbih, tahmid dan tahlil. 

Sekitar tiga puluh menit, tiba-tiba penjaga pondok menghampiri Reza.

"Maaf, mas Reza sudah ditunggu sama pak Kiyai di dalam" Ucap penjaga pondok kepada Reza yang sedang asyik bersenandung tasbih.

"Syukron ust" Jawab Reza yang beranjak dari kursinya dan berjalan menuju rumah pak Kiyai.

"Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Pak Kiyai apa kabar?" Ucap Reza menghampiri pak Kiyai yang sedang duduk di singgasana.

"Wa'alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh. Alhamdulillah bi khaoir, antum sendiri bagaimana?" Tanya pak Kiyai.

"Alhamdulillah bini'matillah pak Kiyai saya sehat wal'afiat" 

"oh iya pak Kiyai, afwan ada salam dari Ibu Reza untuk pak Kiyai" ujar Reza

"'alaika wa'alaihi salam warahmatullahi wabarakatuh" jawab pak Kiyai Rafi.

"Bagaimana,  adakah yang ingin antum tanyakan perihal masalah antum itu?" Ucap pak Kiyai membuka dialog

"Na'am pak Kiyai, seperti yang telah saya ceritakan semalam, saya dihadapkan dengan dua pilihan yang sulit, sehingga saya belum berani memutuskan pilihan tersebut, saya khawatir ada salah satu di antara dua orang yang saya sayangi tersakiti. Pertama saya telah menemukan bidadari surgawi, dia seorang putri bungsu dari keluarga yang agamis, menjunjung nilai-nilai syariat Islam. Bidadari tersebut adalah seorang abdi dalem di sebuah pesantren di Jawa Timur, seorang hafidzah dan memiliki akhlak mulia bak bidadari surgawi. Namanya adalah Nayla Qonita. Dia yang membantu saya dalam menyusun tugas akhir kuliah saya tentang salat Tasbih. Saya merasa memiliki hutang budi atas kebaikannya." Tutur Reza

"Kedua, Ibu saya, beliau yang kenal dekat dengan Kiyai Muhktar, mereka telah melakukan perjodohan antara saya dengan Aisyah seorang putri bungsu bapak Kiyai Mukhtar. Aisyah adalah seorang hafidzah dan juga alumni universitas Al-Azhar Cairo, Mesir. Saya merasa insecure terhadap keluarga besar pak Kiyai Mukhtar. Saya khawatir tidak dapat menjadi menantu yang baik dan akhirnya saya dapat mengecewakannya dan membuat ibu malu."

"Kemudian?" Tanya pak Kiyai, memancing Reza untuk mengeluarkan semua masalahnya.

"Kemudian beberapa hari yang lalu saya mimpi melihat titik cahaya putih, kemudian setelah saya hampiri cahaya tersebut semakin besar dan menebar ke seluruh penjuru mata angin. Apakah makna dari mimpi tersebut pak Kiyai?" Tanya Reza mengakhiri dialognya.

"Subhanallah walhamdulillah wala ilaha illallahu wallahu akbar. Maha suci Allah atas segala sesuatu. Bersyukurlah atas segala nikmat yang telah Allah berikan kepadamu, nak Reza. Kamu akan segera menemukan jawabanmu tersebut. Itu adalah kunci yang telah Allah berikan kepadamu. Dengan titik cahaya yang kau hampiri kemudian menyebar ke seluruh penjuru arah mata angin. Hal tersebut memiliki makna bahwa dengan pilihanmu itu, maka akan membawa manfaat bagi semua insan di sekitarmu. Perbanyaklah membaca tasbih dan selawat ke atas Nabi SAW" Ucap pak Kiyai mengartikan sebuah mimpi Reza.

"Astaghfirullahal'adziim. Subhanallah walhamdulillah wala ilaha illallahu wallahu akbar." Reza bertasbih memuji keagungan-Nya.

***

Maha Suci gusti Allah

Maha dipuji gusti Allah

Maha Satu gusti Allah

Maha Agung gusti Allah


Wallahu'alam bishowab.

0 komentar:

Posting Komentar