Jumat, 12 Maret 2021

Hari Ketiga Puluh Dua "Khitbah"


 Oleh: Iqbal Maulana

Cahaya oren muncul dari ufuk timur, awan berseri menyambut mentari bersinar. Menerangi dunia yang berbinar ria.

Hari ketiga puluh dua, Reza memiliki firasat yang tidak menentu, kadang bahagia, kadang sedih. Reza hanya mengelus dada dan memperbanyak istigfar memohon kepada Allah SWT untuk diberikan ketenangan dan dihilangkan dari prasangka.

Reza buka tutup gawainya, membuka dan menutup aplikasi whatsAppnya. Tidak lama gawainya berbunyi

"Kring.kring.kring" Tanda panggilan masuk.

Reza menerima panggilan dari ibundanya, yang ingin mengabarkan satu hal kepadanya. 

Mentari tersenyum menyambut hari, semoga kabar baik menghampiri diri Reza yang sedang menunggu kabar baik tentang Sang bidadari surgawi yang akan menemaninya membina rumah tangga.

"Assalamualaikum, Nak, apakah kamu sedang sibuk di kantor?" Ucap Ibu via sambungan telpon.

"Wa'alaikumussalam, Alhamdulillah sedang tidak banyak kerjaan, ibu. Ada apa ibu telpon Reza?" Tanya Reza.

"Alhamdulillah, ibu dapat kabar baik nak buat kamu dan keluarga kita." Jawab ibu dengan nafas tidak teratur.

"Kabar baik apa, bu?" Reza semakin penasaran

"Pak Kiyai Mukhtar menerima lamaran kita untuk menikahi  anak perempuannya, yaitu Aisyah, seorang gadis ayu lulusan Al-Azhar, Cairo" 

Aisyah adalah anak perempuan terakhir dari keluarga Kiyai Mukhtar seorang sesepuh di desa Kadu Dalem, Banten. Beliau adalah seorang Kiyai pondok pesantren di desa tersebut, dan sekaligus tokoh agama bagi masyarakat sekitar.

"Yang benar, bu?. Tapi Aisyah kan lulusan Cairo, sedangkan Reza hanya lulusan dari Universitas Negeri saja. Apakah kita bisa mengimbanginya, bu?. Jika ia tidak mau dengan Reza bagaimana, bu?" Pertanyaan yang bertubi-tubi keluar dari lisan Reza.

Reza tidak ingin mengecewakan pak Kiyai dan ibundanya. Namun, keadaan ini memaksa Reza untuk dapat memilih dua pilihan yang sulit. Reza adalah seorang anak dari keluarga sederhana, yang jelas berbeda kasta dengan pak Kiyai yang memiliki derajat keilmuan yang tinggi 

"Insya Allah pak Kiyai menerimamu dengan baik, Nak. Beliau yang mengutus Ustad Ahmad ke rumah kita untuk memberikan kabar bahagia ini, dan kita di undang untuk datang ke pondok pesantren untuk khitbah Aisyah, pada hari Ahad depan" Ucap ibu meyakinkan Reza yang masih penuh cemas.

"Baik jika seperti itu, Reza akan ikut kata ibu. Semoga ini yang terbaik untuk Reza dan dapat membahagiakan ibu dan bapak."

Reza adalah sosok anak laki-laki yang tidak ingin menyakiti hati orang tuanya terutama ibu, Ia akan mengikuti apa kata ibundanya, selama itu sesuai dengan syariat Islam.

"Alhamdulillah kalo seperti itu, Nak. Baik kalo gitu, kamu lanjut kerja lagi saja, khawatir ada atasan kamu nanti, kamu kena tegur lagi".

"Baik, bu. Assalamu'alaikum"

"Wa'alaikumussalam Warahmatullah".

Reza termenung dan tiba-tiba membayangkan wajah Nay Qonita, dia begitu berharap Nay adalah jodohnya. Karena Cinta yang ada di dalam hatinya adalah hanya untuk Nay Qonita.

Seketika ruangan AC menjadi begitu panas, keringat dingin mengucur dari wajah Reza. Ia masih belum bisa melepaskan dengan ikhlas akan cintanya kepada Nay.

Reza pergi ke luar dan mencari tempat aman, kemudian ia menghubungi Nay, bidadari surgawi yang ia kenal di akun instagramnya.

"Hallo, Assalamu'alaikum" Ucap Reza kepada Nay

"Wa'alaikumussalam, iya Reza ada apa? tumben siang-siang telepon saya?" Jawab Nay.

"... eeemmmmm..."  Reza terdiam tanpa kata

Reza yang bingung ingin mengungkapkan perasaannya kepada Nay. Ia tidak ingin menyakiti hati Nay. Reza juga tidak ingin membohongi perasaannya sendiri, perasaan yang tumbuh dengan cepat, yaitu perasan cintanya kepada Nay Qonita.

"Ka Reza mau ngomong apa? ayo ka ucapkan saja" Sahut Nay memaksa Reza untuk segera mengucapkan, maksud ia menelepon Nay.

"Nay..." Hanya satu kata dan Reza tak mampu melanjutkan perkataannya kepada Nay.

Reza semakin gundah dan seketika air matanya menetes membasahi wajah. Ia sangat sayang dan cinta kepada Nay. Namun di sisi lain, ibundanya mendapatkan kabar gembira bahwa Kiyai Mukhtar menerima lamarannya.

"Ka Reza, kenapa diam, ada masalah apa? ayo ka ngomong, siapa tau saya bisa membantu ka Reza" Nay yang ikut penasaran menunggu informasi yang akan diucapkan Reza kepadanya.

"Nay... Sebenarnya saya ada perasaan kepada kamu. Perasaan itu telah lama aku simpan di dalam hatiku yang paling dalam, aku tak mampu mengungkapkannya kepadamu kala itu. Namun saat ini aku harus memilih dua pilihan sulit". Jawab Reza dengan nada sendu.

"Saya mau kamu yang mendampingi hidupku. Kita membina rumah tangga untuk menyempurnakan agamaku, dan menjalankan ibadah kepada Allah SWT. Apakah kamu memiliki perasaan yang sama, Nay?" Lanjut ucap Reza

"Iya, saya pun demikian ka, namun saya selaku seorang wanita, tidak berani untuk mengungkapkan perasaan itu kepadamu, sebab aku sadar bahwa kodrat seorang wanita adalah menunggu bukan memutuskan atas pilihannya. Namun jika kamu ingin memenuhi keinginan ibundamu, silahkan ka, sebab semua keputusan ada di tanganmu. Kamu adalah anak laki-laki dan surgamu itu ada pada ibundamu, saya mohon kepadamu janganlah kamu sakiti hatinya" ujar Nay kepada Reza.

"Tapi aku tidak bisa menikah dengan orang yang tidak aku cintai, aku tidak ingin itu terjadi. Dan saya pun tidak ingin mengkhianati hati dan perasaanku kepadamu, Nay. Saya sangat cinta kamu, Nay" 

"...." tanpa kata, Nay meneteskan air mata, karena ucapan Reza kepadanya. Nay tidak dapat memaksa Reza, Nay hanya menyeru kepada Reza untuk mengikuti apa kata ibundanya, sebab itu adalah perintah orang tua yang wajib diikuti oleh seorang anak yang berbakti kepadanya.

"Nay, kamu yakin dengan keputusanmu itu? ini menyangkut cinta dan hati." Ujar Reza

"Saya tidak punya hak untuk melarang kamu, biarkan aku di sini sendiri. Kamu ikuti apa kata ibumu. Saya tidak ingin kamu menjadi anak yang durhaka. Saya yakin Tuhan telah menentukan jalan terbaik untukku." Ucap Nay meyakinkan dan menguatkan hati Reza.

"Baik, jika itu mau kamu, saya akan lakukan, dan saya akan kembali dengan cinta yang masih utuh untukmu, Nay". Reza sambil menghapus air matanya.

Nay mematikan teleponnya. Reza tak dapat membendung air matanya, begitu pun dengan Nay, ia yang menyimpan perasaan yang sama kepada Reza. Namun, takdir berkata lain. Allah menguji cinta Reza dan Nay

Tiba-tiba teman kantor Reza sekaligus sahabat terdekat Reza. Dia adalah Arifin, seorang yang berbadan tinggi, pakai kacamata dan berambut ikal. Arifin menghampiri dan membuat Reza terkejut.

"Hayo, lagi ngapain lo?" Tanya Arifin sambil menepuk bahu Reza 

"Tidak lagi apa-apa" Reza menghapus air mata dengan telapak tangannya. "Kamu itu kalo datang ucap salam kek, datang tiba-tiba kaya hantu saja" Lanjut ucap Reza

"Yeh.. lo nya aja tuh yang ngelamun. Hayo kenapa lo, ngaku sama gue, lo pasti sedang patah hati kan, ayo ngaku?" Arifin yang kepo akan urusan Reza.

"Kepo banget sih jadi orang.." Ucap Reza, sambil menepuk lengan atas Arifin. 

"Yowis.... Ayo masuk, kamu di cari Pak Budi tuh". Ujar Arifin mengajak Reza kembali bekerja.

"Baik, kamu duluan saja, nanti saya menyusul" Ucap Reza.

Arifin pergi meninggalkan Reza dan kembali ke ruangannya. Reza pun kemudian menyusul masuk ke ruangan pak Budi, untuk melanjutkan pekerjaannya.


0 komentar:

Posting Komentar