Kamis, 06 Mei 2021

Santri itu Pewaris Ilmu


 Oleh: Iqbal Maulana

Santri, apa yang pertama kali muncul dibenak kalian tentang kata tersebut? orang yang bersarung,

berpakaian koko/ gamis, berpeci hitam/ berhijab syar'i, atau orang yang selalu menuntut ilmu agama di pesantren atau di majelis taklim.

Semua itu adalah benar. Hal tersebut merupakan beberapa ciri khas dari seorang santri. Lantas orang yang sering memakai sarung dan peci di persimpangan jalan yang memberhentikan mobil untuk "BM" apakah itu santri juga?

Jawabannya adalah tidak. Santri tempat bermainnya adalah di pesantren yang setia dengan kitab-kitabnya, mencoret dan memahami ilmu yang diberikan oleh sang Kiyai. Kalaupun ada, itu adalah santri kalong yang sering berkunjung mengikuti kegiatan pengajian di majelis taklim.

Pada dasarnya karakter seorang santri adalah penuntut ilmu yang ulung. Ia sangat haus akan ilmu agama, ilmu tentang Tuhan dan tirakat mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Oleh sebab itu, santri sering diberi julukan sebagai pewaris ilmu.

Sebagaimana kita tahu bahwa, hidup santri lebih banyak dihabiskan di dalam pondok pesantren dengan kegigihan dan semangat menuntut ilmu, mengasah keterampilan dengan kehidupan nyata yang dihadapinya. Tak jarang seorang Kiyai memberikan ujian berupa tirakat menjadi seorang gelandangan bak seorang sufi, yang berjalan tanpa alas kaki, ia menyusuri sepanjang jalan, melewati hutan belantara, kampung-kampung terdalam, danau bahkan laut sekalipun.

Ketika seorang santri tersebut mampu lulus dalam menjalankan tirakat yang diberikan oleh sang Kiyai, maka ia akan memperoleh predikat sufi dan mampu menjadi seorang alim ulama kharismatik.

Penulis jadi teringat kisah Almaghfurlah Abuya Uci Turtusi. yang penulis dapatkan kisahnya dari seorang kerabat dekatnya yaitu Abah KH. Entoh dalam kegiatan tahlil mengenang kisah hidup Almaghfurlah Abuya Uci Turtusi. Abah KH. Entoh mengungkapkan bahwa, Abuya Uci sebelum menjadi seorang ulama kharismatik seperti saat ini, beliau diberikan ujian oleh ayahandanya yaitu Abuya Dimyati, untuk belajar dan menimba ilmu agama kepada 40 guru yang alim dan bernasab sampai kepada Rasulullah SAW.

Abuya Uci Turtusi, melaksanakan ujian dari ayahandanya dengan sempurna, ia melaksanakan semua titah dari Abuya Dimyati, perjalanan mondok dan menimba ilmu agama hingga sampai kepada pulau pasundan. Dan banyak kisah yang dilalui oleh Almaghfurlah Abuya Uci Turtusi dalam memenuhi tantangan ayahandanya.

Demikianlah kisah perjalanan seorang santri yang dapat menjadi ulama karismatik, dengan sebab diberikan ujian berupa menimba ilmu agama dengan tulus, ikhlas dan semata-mata karena Allah ta'ala.

Hal tersebut jika kita tarik dalan sebuah firman Allah SWT QS. Al-Mujadilah [58]: 11 yang artinya, "...Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang yang diberikan ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan."

Dari ayat tersebut di atas amatlah jelas bahwa, siapapun yang memiliki ilmu pengetahuan, baik itu ilmu agama ataupun ilmu umum, maka Allah akan mengangkat derajat orang tersebut dengan beberapa derajat. Maa Syaa Allah

Santri yang hebat adalah dia yang mampu mengimbangi antara kehidupan dunia dengan akhiratnya. Tidak terlalu condong dengan kehidupan dunia yang fana, dan tetap menjalankan syariat agama dengan penuh keikhlasan dengan mengharap rida dari Allah SWT.

Semoga kita dimasukkan ke dalan golongan santri-santri yang sholeh, penuntut ilmu yang taat, sehingga kita dapat dipertemukan dengan para ulama, para sholihin, sahabat Nabi dan Rasulullah SAW kelak di surga-Nya.

Aamiin ya Robbal'alamiin.



Tangerang, 06 Mei 2021/ 24 Ramadhan 1442 H

0 komentar:

Posting Komentar