Jumat, 04 Juni 2021

ISTIKAT -Bagian 7

 

ISTIKAT -Bagian 7

Oleh: Iqbal Maulana

Suasana sunyi sepi, udara menyentuh raga.  Badan yang lugu menggigil menahan dinginnya sapaan malam. Air nan jernih tak mampu memberikan kehangatan di jiwa.

Arifin meneteskan air mata tanpa sebab, tiba-tiba ia merasakan kesedihan yang mendalam. Ia mengingat masa kecilnya yang amat sukar dan perjuangan yang sangat besar untuk menggapai impiannya.

Perjalanan menuju sekolah yang penuh lika-liku berbeda jauh dengan sekarang, transfortasi begitu banyak dan mudah untuk didapatkan. Ke manapun kau pergi akan riba dengan mudah, karena sudah banyak aplikasi yang memberikan pelayanan angkutan darat dan udara.

Arifin bersama kakak perempuannya bersama-sama berjuang untuk berangkat ke sekolah untuk menuntut ilmu. Mereka berdua berangkat gelap pulang pun gelap. Maklum mereka berdua tinggal di desa, sementara sekolahnya di perbatasan kota madya. Namun, saat ini perjuangannya tidaklah sia-sia, ia mampu menemukan passion dan hasil dari jerih payahnya semasa duduk di bangku sekolah.

Air mata bening yang berjatuhan, seraya mengucap syukur atas nikmat yang diberikan Allah SWT, terus diucapkan oleh Arifin dalam setiap bait-bait doanya. 'Subhanallah walhamdulillah walaa ilaaha illa Allahu wallahu akbar' bertasbih memuji keagungan-Nya.

Arifin sejak kecil dikenal dengan seorang yang cengeng, namun ketika dewasa dia mulai belajar untuk bersabar dan menahan diri dari emosi yang negatif. Cara yang ia lakukan apabila ada satu persoalan, dia lebih suka menyendiri dan mencari tempat yang sangat menenangkan. Biasanya dia akan pergi ke kolam koinya, untuk sebatas memberi makanan dan menyaksikan gerakan ikan koi yang lincah dan menarik hati. Sehingga dengan begitu, dia lebih mendapatkan energi positif dan membuat stresnya sedikit menghilang.

Selain kolam koi, biasanya Arifin akan menuliskan permasalahan tersebut ke dalam buku catatan kecil dan disimpan di tempat yang tersembunyi. Sebab dengan cara itu ia akan lebih lega melepaskan semua beban yang hinggap pada dirinya.

"Tok.tok.tok" suara ketuk pintu dari luar kamar Arifin

"Siapa?" tanya Arifin

"Ini ibu, nak" sahut ibunda Arifin

"Tunggu sebentar, bu" Arifin bergegas menyimpan buku kecilnya dan menuju pintu kamarnya.

"Iya, ada apa bu?" tanya Arifin

"Ibu mau telpon Suci boleh?"

"Telpon Suci?, ada keperluan apa mau telpon Suci bu?"

"Ibu ingin mengobrol saja sama dia, ibu kangen"

"Besok saja iya, bu. Hari ini sudah malam bu, tidak enak telepon orang malam-malam, khawatir mengganggu. Bagaimana jika besok pagi Arifin tanya dulu ke orangnya, sibuk atau tidak iya bu?"

"Baiklah kalo seperti itu, nak. Semoga besok  ibu bisa telpon Suci"

"Baik bu, Semoga saja iya" menguatkan hati ibunda.

"Yasudah ibu istirahat dulu iya. Kamu jangan bergadang, besok pagi kan kamu kerja"

"Baik, bu. Selamat beristirahat"

"Baik, nak. Ingat jangan bergadang"

"Siap, 86" 

***

Keesokan harinya, Arifin mencoba untuk menghubungi Suci, menanyakan perihal keinginan ibundanya untuk menelponnya. Ketika Arifin mengirimkan pesan singkatnya, Suci tak cepat membalas pesannya. Arifin berpikir bahwa mungkin dia sedang sibuk. Akhirnya Arifin menunggu kabar baik dari Suci.

Ketika waktu jam makan siang, akhirnya ada notifikasi bahwa ia bisa untuk menerima telpon dari ibundanya. Arifin sangat bersyukur dan berterima kasih atas kesempatan yang diberikannya.


Bersambung....

0 komentar:

Posting Komentar