Selasa, 29 Juni 2021

ISTIKAT -Bagian 11

ISTIKAT -Bagian 11


 Oleh: Iqbal Maulana

Waktu terus berjalan, roda kehidupan terus berputar. Tenaga terus berkurang dan jiwa muda semakin memudar.
Ingat!. Ingatlah bahwa hidup di dunia hanyalah sementara, perhiasannya hanyalah sandiwara, membutakan hati penuh angkara. Berpeluh kesah tanpa aksara. Tubuh terbujur kaku hilanglah tawa. Tiba di akhirat kelak penuh sesal di jiwa.

***

Dikeheningan malam yang penuh dengan bintang, sekitar pukul 19.00 WIB. Arifin mencoba untuk menghubungi nomor telepon yang diberikan oleh Hj. Loli kepadanya. Dia adalah seorang kakak kandung dari Suci, seorang perempuan yang akan diajak ta'aruf oleh Arifin.

"Assalamualaikum, Apakah benar ini Ka Fikri, Saudara kandungnya Suci?" melalui sambungan telepon Arifin menghubungi Ka Fikri.

"Wa'alaikumussalam warahmatullah, iya betul. Maaf ini siapa iya?" Ka Fikri menjawab ucapan salam dari Arifin dengan penuh penasaran.

"Ini Arifin, Ka. Saya dapat nomor Ka Fikri dari Ibu Hj. Loli." Anak temannya Ibu Hj. Loli.

"Owh, Ibu Hj. Loli. Iya, beliau sudah cerita akan niat baik kamu kepada adik saya Suci. Apakah benar kamu ingin mengajak ta'aruf adik saya Suci?" Tanya Ka Fikri.

"Iya betul ka, saya ingin berta'aruf dengan adik Kakak. Apakah Ka Fikri bisa membantu saya untuk menjadi perantaranya?"

"Jika saya mengizinkan saja, asalkan harus sesuai dengan syariatnya. Apakah ada perantara dari pihak kamu, Fin?"

"Perantara dari pihak saya ummi saya langsung, Ka. Apakah bisa?"

"Boleh saja, Fin. Intinya ada perantara yang bisa memberikan dan tahu jelas tentang diri kamu."

"Baik Ka, kalau seperti itu. Kemudian untuk langkah berikutnya bagaimana Ka?" Tanya Arifin

"Bagaimana jika kita bertemu dalam satu tempat, untuk saling mengetahui? Itu juga jika kamu bersedia. Namun, jika kamu belum siap untuk bertemu di waktu saat ini. Kakak bisa tunggu sampai kamu siap saja. Bagaimana?"

"Insya Allah, akhir bulan ini Ka, saya akan berkunjung ke rumah Kakak"

"Alhamdulillah, yasudah sekalian nanti kita berdiskusi bersama dengan Abah. Sebab Suci 1 tahun yang lalu telah ditinggal oleh ibundanya. Jadi, ia sudah tidak punya sosok ibu."

"Baik, Ka. Terima kasih banyak ka atas waktunya. Assalamualaikum" Arifin menutup telepon dengan Ka Fikri.

"Oke kalau gitu, Wa'alaikumussalam warahmatullah"

***

Malam itu tidak seperti malam-malam sebelumnya. Malam itu waktu serasa berjalan dengan cepat. Arifin tidak dapat tertidur. Sehingga ia hanya memandangi laptop jadulnya sambil menuliskan bait-bait sajak indahnya. Entahlah untuk siapa puisi tersebut ia persembahkan. Hal terpenting baginya  adalah dapat menyalurkan segala bentuk perasaannya ke dalam tulisan. Karena itu adalah hobinya yang selalu ia lakukan dalam kesendirian.

Setelah ia menyalurkan isi hatinya dalam sebuah karya tulis. Arifin bergegas menuju bejana dan mensucikan raganya. Kemudian ia menghadap kiblat, memanjatkan doa-doa, memohon diberikan petunjuk bagaimana langkah berikutnya. Sebab Arifin adalah seorang introvert. Ia tidak suka berkeluh kesah kepada sesama manusia. Ia lebih suka mencurahkan permasalahan yang ia hadapi kepada yang Maha Memiliki solusi atas segala permasalahan. Istikat yang ia lakukan dalam 7 hari belum memberikan jalan keluar. Namun, tanda-tandanya kadang bermunculan, hanya saja Arifin yang tidak paham dalam mengartikannya.

Waktu menunjukkan waktu 03.15 WIB. Arifin tidak sadarkan diri ketika melakukan zikirian. Dan pada saat itu ia bermimpi bertemu dengan Kakeknya yang telah pupus 7 tahun yang lalu. Abah berpesan kepada Arifin.

"Hati-hati dalam mencari pasangan hidup. Carilah calon istri yang bisa mengaji dan paham akan agama ... ." Pesan Kakek Arifin dalam mimpi.

"Insya Allah, Bah. Saya sedang berikhtiar, semoga dapat segera dipertemukan dengannya."

"Abah, Arifin boleh bertanya?... . Bah... Abah...?" Ucap Arifin dalam mimpi.

Dan seketika Arifin terbangun dari mimpinya. Arifin tengok ke kanan dan ke kiri, namun tidak ada sosok Abah. Saat itu Arifin tersadar kalo itu hanya bunga tidur. Kemudian ia melanjutkan zikirannya hingga waktu subuh tiba.

Arifin mencoba merenung, atas mimpi yang telah ia alami. Apakah ini sebuah isyarat atau hanya sebagai pesan dari makhluk yang tidak bertanggung jawab, yaitu iblis laknatullah. Setelah merenung, akhirnya Arifin hanya menyimpannya sendiri. Ia belum berani untuk memberitahukan kepada ummi maupun orang lain tentang mimpinya tersebut.


Bersambung...

29 Juni 2021 M/ 19 Dzulkaidah 1442 H

0 komentar:

Posting Komentar